
Pantau.com - Pemerintah diimbau untuk tetap menjaga kehati-hatian dalam melakukan penarikan utang. Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun lalu mencapai USD352,2 miliar, setara Rp4.719,4 triliun (1USD=Rp13.400).
Sebelumnya, pada akhir 2016, utang luar negeri Indonesia tercatat USD320 miliar, setara Rp4.288 triliun.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memberikan catatan khusus untuk perjanjian utang Indonesia baik yang dilakukan pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Terlebih, untuk pemberian utang melalui proyek.
"Beberapa proyek dengan utang seperti proyek infrastruktur secara bilateral punya konsekuensi misalnya tenaga kerja, bahan baku diambil dari negara asal pemberi utang," ujar Bhima ketika dihubungi Pantau.com, Jumat (2/3/2018).
Baca juga: Wuih! Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp4.719 Triliun
Bhima melanjutkan, hal lain yang patut tetap diperhatikan adalah soal besaran bunga yang diberikan. Selain itu, efek dari tekanan global yang bisa menambah beban utang pemerintah juga harus diwaspadai.
"Tahun 2018-2019 ada Rp810 triliun utang jatuh tempo. Utang ini harus dibayar dengan menerbitkan utang baru,"kata Bhima.
Ia menambahkan, pada 2011 rasio antara pembayaran bunga plus cicilan pokok utang dan penerimaan pajak angkanya sebesar 26 persen dan pada tahun 2016 naik menjadi 32 persen. "Kalau gak hati-hati, utang dari luar negeri bisa menjerat ekonomi Indonesia seperti kasus di Srilanka dan Maladewa" ucapnya.
Baca juga: Duh! Pegang Proyek Infrastruktur, Utang dari China Diprediksi...
"Terms of kontrak (utang)nya harus benar-benar dijaga jangan sampai kita dirugikan. Misalnya dari soal tenaga kerja, itu harus dibikin betul bahwa memakai tenaga kerja kita," kata Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual.
Ia melanjutkan pemerintah harus bisa mengupayakan kalau pemberian utang, diberikan tanpa jaminan agar tak menggangu dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN).
"Kalau (utang untuk) proyek infrastruktur jangan ada jaminan (pemerintah) sebaiknya. Jadi memang benar-benar swasta, APBN gak terganggu jadinya," lanjutnya.
- Penulis :
- Martina Prianti