
Pantau.com - Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat atas invasinya ke Ukraina sebagai "mirip dengan deklarasi perang".
Putin memperingatkan semua negara bahwa setiap upaya untuk memberlakukan zona larangan terbang di atas Ukraina akan dianggap sebagai partisipasi dalam konflik bersenjata.
Putin membuat pernyataan itu saat berbicara dengan sekelompok pramugari di pusat pelatihan Aeroflot dekat Moskow, dilansir BBC, Sabtu, 5 Maret 2022.
Sejak dimulainya invasi Rusia 10 hari lalu, Barat telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Rusia, termasuk pembekuan aset pribadi Putin di luar negeri.
Selain itu, banyak perusahaan multinasional telah menghentikan operasinya di Rusia. Pada hari Sabtu, Zara, Paypal, dan Samsung menjadi merek global terbaru yang menangguhkan perdagangan di negeri beruang putih.
Langkah-langkah ekonomi telah menyebabkan nilai rubel jatuh dan memaksa bank sentral Rusia untuk menggandakan suku bunga.
Dalam komentar terbarunya, Putin berusaha untuk membenarkan perang di Ukraina, mengulangi pernyataannya bahwa ia berusaha untuk membela komunitas berbahasa Rusia di sana melalui "demiliterisasi dan de-Nazifikasi" negara itu.
Menanggapi tuduhan analis pertahanan Barat bahwa kampanye militer Rusia berjalan kurang baik dari yang diharapkan. Putin menegaskan, invasinya di Ukraina saat ini sudah berjalan sesuai rencana.
"Tentara kami akan memenuhi semua tugas. Saya tidak meragukan itu sama sekali. Semuanya akan berjalan sesuai rencana," tegas Putin.
Putin juga membantah melibatkan wajib militer ikut dalam invasi ke Ukraina, seperti beberapa laporan yang beredar. Putin menyatakan bahwa hanya tentara profesional yang mengambil bagian dalam invasi Rusia ke Ukraina.
Pemimpin Rusia itu mengatakan upaya untuk memberlakukan zona larangan terbang di Ukraina akan dianggap oleh Rusia sebagai langkah ke dalam konflik militer dan mereka akan diperlakukan sebagai musuh.
"Kepemimpinan saat ini perlu memahami bahwa jika mereka terus melakukan apa yang mereka lakukan, mereka mempertaruhkan masa depan negara Ukraina," tambahnya.
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tegas mengutuk NATO karena mengesampingkan zona larangan terbang. Para pemimpin Barat beralasan keputusan itu sebagai langkah terbaik untuk menghindari gesekan langsung dengan Rusia.
Sementara itu, langkah-langkah diplomatik terus dilakukan di sela-sela konflik.
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett bertemu dengan Putin di Moskow pada hari Sabtu dan berdiskusi selama tiga jam tentang perang.
Bennett kemudian menuju ke Berlin untuk bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz. Sebagai seorang Yahudi Ortodoks, ia melanggar Shabbat untuk bepergian, yang diperbolehkan menurut hukum Yahudi jika nyawa manusia dipertaruhkan.
Meskipun Israel adalah sekutu utama AS, Bennett telah berusaha menjaga hubungan baik dengan Rusia. Presiden Ukraina Zelensky, yang merupakan seorang Yahudi, telah meminta Israel untuk menengahi krisis tersebut.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, dan mengatakan kepadanya bahwa dia kagum dengan keberaniannya melawan Rusia.
Kedua pria itu bertemu di perbatasan Polandia-Ukraina. Kuleba menegaskan kembali keinginan dan optimismenya untuk mendapatkan lebih banyak dukungan militer dari NATO, termasuk zona larangan terbang.
Baca juga: Misi Berat, AS dan Inggris Terjunkan Pasukan Khusus Selamatkan Presiden Ukraina
- Penulis :
- Aries Setiawan