Pantau Flash
HOME  ⁄  Olahraga

Sejarah All England, Turnamen Bulu Tangkis Paling Bergengsi di Dunia

Oleh Finda Rhosyana
SHARE   :

Sejarah All England, Turnamen Bulu Tangkis Paling Bergengsi di Dunia

Pantau.com - All England 2021 telah berlangsung sejak Rabu (17/3/2021) dan akan berakhir pada Minggu (21/2/2021) di Birmingham, Inggris. All England Open Badminton Championship atau yang biasa dikenal All England merupakan turnamen badminton tertua di dunia.

Sejumlah wakil dari berbagai negara sudah jauh-jauh hari melakukan persiapan untuk berkompetisi pada turnamen bergengsi yang satu ini, tidak terkecuali Indonesia. 

Lantas, seperti apa ya sejarah turnamen level Super 1000 ini? Rasanya menarik mengupas sejarah turnamen bulutangkis terbesar di dunia ini. 

Baca juga: Dipaksa Mundur dari All England, Tim Indonesia Desak BWF Berlaku Adil

Dikutip dari laman PB Djarum dan  All England Badminton, cikal bakal turnamen All England dimulai dari diadakannya turnamen bulutangkis pertama yang dihelat di Guildford pada 4 April 1898.

Kejuaraan All England pertama kali digelar pada tahun 1899. Tiga tahun pertama sejak digelar, turnamen tersebut masih bernama Open English Championship. Namun sejak tahun 1902, nama turnamen ini resmi berubah menjadi “The All England Championships” atau yang sekarang akrab dengan sebutan All England. 

Pada tahun pertama turnamen All England diselenggarakan hanya memainkan tiga kategori saja, yakni ganda putra, ganda putri serta ganda campuran. Barulah pada tahun berikutnya ditambahkan sektor tunggal putra dan putri.

Pada paruh pertama abad ke-20 para pemain Inggris mendominasi turnamen tersebut, tetapi sejak banyak negara yang bergabung, membuat hasil persaingan semakin berkembang.

Turnamen ini tidak berjalan mulus. Turnamen tersebut sempat dihentikan dua kali selama Perang Dunia I dari 1915 hingga 1919 dan Perang Dunia II dari 1940 hingga 1946. 

Sementara itu, hingga tahun 1977, All England masih menjadi kejuaraan bulu tangkis dunia yang berstatus tidak resmi. Lalu, pada tahun tersebut Federasi Bulutangkis Internasional menjadikannya sebagai ajang kejuaraan resmi bulu tangkis dunia.

Selain itu, pada 2011, turnamen All England memasuki babak baru dengan ditetapkan sebagai salah satu dari lima turnamen Super Series Premier.  Hal ini membuat All England semakin dikukuhkan sebagai turnamen bulu tangkis paling bergengsi.

Hal lain yang menjadi sorotan, sejak tahun 1984, All England resmi mengikat sponsor eksklusif dengan raksasa perlengkapan bulu tangkis, Yonex.

Baca juga: Indonesia Dipaksa Mundur dari All England, Begini Kronologinya

Tentu saja tidak mengherankan jika hingga saat ini nama Yonex selalu tersemat bahkan ada dalam logo All England. Dari sejarah tersebut, All England tampak begitu prestisius. Hal ini tak lain karena tidak banyak yang bisa berkompetisi di kategori Super 1000 sekaligus tertua di dunia ini. Tentu kemudian sangat membanggakan, mendapati nama-nama pebulu tangkis Indonesia yang juga akrab dengan prestasi di All England. 

Sejak pertama kali diselenggarakan hingga kini, turnamen All England telah delapan kali berganti lokasi penyelenggaraan. Di antaranya 1899 hingga 1901 (3) HQ London Scottish Regiment Drill Hall, Buckingham Gate, tahun 1902 (1) Crystal Palace, Sydenham, Kent, tahun 1903 hingga 1909 (7) Markas Besar London Rifle Brigades City, Bunhill Hill, London, tahun 1910 hingga 1939 (25) Royal Horticultural Hall, Vincent Square, London, tahun 1947 hingga 1949 (3) Haringay Arena, London, tahun 1950 hingga 1956 (7) Empress Hall, Earls Court, London, tahun 1957 hingga 1993 (37) Wembley Arena, London, tahun 1994 sampai saat ini Barclaycard Arena (sebelumnya National Indoor Arena), Birmingham.

Inggris sejauh ini masih menjadi peraih gelar terbanyak dengan 189,5 titel, setengah titel didapat melalui nomor ganda yang dimainkan dengan wakil negara lain. Sementara, Denmark (88) dan China (85).

Sebagai informasi, legenda tunggal putra Indonesia, Rudy Hartono, masih menjadi pebulu tangkis Tanah Air yang paling sukses di All England. Rudy mengoleksi delapan gelar, yaitu tujuh di antaranya diraih secara beruntun pada 1968-1974.


Penulis :
Finda Rhosyana