
Pantau.com - Kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dianggap suatu kemunduran reformasi yang sebelumnya telah dilakukan. Hal tersebut diungkapkan oleh sovereign analyst Moody’s di Singapura.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, reformasi bukan hanya ditentukan oleh kebijakan tersebut. Ia mengatakan selama ini pemerintah sudah melakukan banyak reformasi birokrasi.
"Komen aja kan boleh reformasi kan ngga hanya diukur dengan itu. Kita tetap melakukan langkah-langkah reform baik perizinan, baik sektor-sektor ESDM juga jalan terus. Melakukan perbaikan di perizinan dan sebagainya, dan juga melakukan perbaikan di kebijakan insentif perpajakan, jadi jangan karena satu hal kemudian katanya reformasinya mundur," ujarnya saat ditemui di kantornya, di Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018).
Baca juga: Keluarkan 16 Kebijakan Ekonomi, 4 Regulasi Masih Mandek
Darmin mengatakan anggapan fiskal yang sehat menurutnya bukan hanya ditentukan oleh kebijakan subsidi BBM. "Akhinrya yang dihitung keseluruhan mungkin satu hal ngga seperti perkiraan dan harapan mereka, terutama dalam melihat harga bbm dan listrik tapi kan itu akhirnya yang dilihat secara keseluruhan nanti gimana," katanya.
"Ya kesehatan fisialnya, kemudian perbankannya, sektor rilnya. bahwa komentar itu disampaikan, kita sih sudah perkirakan kalo ada komentar seperti itu," imbuhnya.
Ia juga menepis bahwa subsidi energi akan memperlebar defisit anggaran. Menurutnya kenaikan harga minyak justru menambah penghasilan dari penjualan minyak mentah.
"Soal anggaran, itu yang awalnya harus lihat harga crude oil, itu otomatis subsidi naik, tapi Penerimaan pemerintah juga naik, total penerimaan gimana? surplus, nambah baik. jadi tidak minus membuat defisit, itu kalau bicara fiskalnya," tandasnya.
Baca juga: Wow! Khawatiran Kenaikan Harga Dinilai Bakal Melemah
- Penulis :
- Widji Ananta