
Pantau.com - Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dengan subsider 6 bulan kurungan ditambah denda Rp1 miliar dalam sidang di Pengadilan Tindak Korupsi Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Selain itu, Jaksa penuntut umum juga menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Setya Novanto selama lima tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pemidanaan," kata Jaksa Basir saat pembacaan tuntutan.
Baca juga: Setya Novanto Lolos dari Hukuman Maksimal, Ini Dalih KPK
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan, pencabutan hak politik untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik sebagai hukuman tambahan terhadap koruptor, tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Tidak bertentangan dengan HAM. Justru agar ada efek jera dan agar Indonesia bersih dari korupsi," ujar Ujang kepada Pantau.com, Jumat (30/3/2018).
Baca juga: Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
Ujang menambahkan, pencabutan hak politik dalam amar putusan hakim terhadap terpidana kasus korupsi sudah berdasarkan keyakinan hakim dengan tujuan agar tindak pidana korupsi itu tidak dilakukan kembali oleh koruptor tersebut.
"Pencabutan hak politik sebagai bagian dari ikhtiar hakim untuk membersihkan Indonesia dari para koruptor," ujarnya.
- Penulis :
- Adryan N