
Pantau.com - Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman menyatakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Basuki Tjahaja Purnama ke Mahkamah Agung melalui PN Jakarta Utara terkait kasus penistaan agama sudah terlambat.
"Seharusnya perlawanan upaya hukum banding dari dulu. Kenapa malah PK sekarang," katanya.
Baca juga: Mantan Staf Ahok Jadi Dewan Pembina PSI, Artinya...
Sehingga menurut Habiburokhman, pengajuan PK Ahok itu sudah kedaluarsa karena sudah lebih dari 6 bulan. "Putusan Ahok sudah inkrah sekitar 8 Juni 2017, dan pertengahan Januari 2018 sudah lewat hampir 8 bulan, namun pertengahan Februari 2018 Ahok mengajukan PK, kami curiga ini sudah kedaluarsa, seharusnya ditolak oleh MA," katanya.
Lebih lanjut, Habiburokhman malah menilai Ahok menerima putusan hakim tanpa melakukan banding. Kendati belakangan, Ahok mengatakan jika keputusan hakim keliru. "Kalau keputusan hakim itu keliru, mereka harusnya wajib melawan dengan banding, bukan PK. Ini yang rancu," ujarnya.
Tidak tepat, sambung Habiburokhman mengaitkan kasus Ahok dengan polemik yang menimpa Buni Yani.
"Buni Yani ini putusan hukumnya divonis dengan Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 ayat 1 UU ITE, nah sedangkan Ahok divonis pasal 156a huruf a KUHP," ujar Habiburokhman.
"Putusan Buni Yani dengan putusan Ahok adalah dua perkara yang berbeda. Karena Ini jelas tidak ada hubungannya," tegasnya
Baca juga: Isu Ahok Jadi Cawapres Jokowi, PSI: Ketakutan Berlebihan!
Sementara menurut Josefina yang merupakan Kuasa Hukum Ahok, ada sejumlah alasan Ahok mengajukan PK tersebut. Salah satunya, lantaran ada putusan kasus Buni Yani. “Kami melihat bahwa di dalam putusan itu sendiri dasar Buni Yani ditetapkan jadi tersangka dan dipidana karena dia edit di videonya Pak Ahok," katanya.
Buni Yani divonis 18 bulan penjara dalam perkara pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa, 14 November 2017.
- Penulis :
- Adryan N